Jakarta – Ketua Umum Himpunan Ahli Pelabuhan Indonesia (Ketum HAPI), HRM Wahyono Bimarso, Dipl HE,, mengatakan bahwa HAPI berbeda dengan asosiasi lain. “Kalau asosiasi lain itu adalah perusahaan. Kalau HAPI itu konsultan atau expert (ahli). Jadi kalau ada yang mau membangun pelabuhan, dari studi sampai ke pembiayaannya, kita ada di situ. Berdirinya HAPI sejak tahun 2004,” jelas Wahyono Bimarso kepada awak media. Ketika ditemui di sela-sela acara Indo Marine Expo 2023 yang digelar di Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta Pusat (Jakpus), Rabu siang (23/08/2023).
Menurutnya, HAPI tidak terlalu menonjol tapi di kalangan HAPI sendiri sudah banyak memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Republik Indonesia (RI). “Dari segi aturan-aturan. Kalau bicara mengenai pelabuhan tidak bisa lepas dari pelayaran. Kalau pelabuhan itu mengelola wilayah dan perairan mengelola armada. Jadi orang sering menganggap, bahwa pelabuhan tidak ada hubungannya dengan pelayaran. Padahal, keduanya ada hubungannya, terkait satu dengan lainnya,” jelasnya.
“Kalau pelayaran susah, maka pelabuhan juga susah. Karena sumber uangnya di dapat di sana. Oleh sebab itu, di Indonesia ini sekarang sudah banyak pelabuhan. Ada 3.000-an pelabuhan. Padahal, kalau masih masuk ke manajemen pemerintah RI baru ada 1.500-an pelabuhan,” ungkapnya.
Sebanyak 1.500 pelabuhan lagi, sambungnya, belum masuk kepada manajemen pemerintah RI. “Dari 3.000 pelabuhan yang masuk ke komersial itu ada Pelabuhan Indonesia (Pelindo), ada 100 pelabuhan. Kemudian, yang Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) sseperti kementerian, itu baru 1.000 lebih lah. Jadi sisanya masih banyak,” ujarnya.
“Terutama sepanjang sungai Mahakam, sungai Kapuas, sungai Musi, sungai Barito, banyak orang-orang punya aktifitas di pelabuhan termasuk pulau-pulau kecil. Nah itu yang komersial,” katanya.
Ditambahkannya, pelabuhan itu juga mendukung tol laut. “Tol laut itu dikelola oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI yang basic atau dasarnya di daerah Jakarta dan Surabaya. “Cuma tol laut itu meskipun kecil tapi pangsa pasarnya kira-kira 5% kegiatan angkutan laut domestik. Tetapi tol laut membantu saudara-saudara kita yang berada di Indonesia timur,” paparnya
“Tol laut sudah mencapai 26 rute sekarang. Cuma kapalnya kecil antara 100 hingga 200 Teus. Sedangkan angkutan laut domestik yang dikelola oleh 53 operator tadi, yang 4 besar itu adalah Tengkura Mas, Berangus, Kantos dan Spil, plus satu lagi Samudera Indonesia. Tapi Samudera Indonesia tidak terlalu bersaing di angkutan laut domestik,” jelasnya.
Oleh sebab itu, sambungnya, ada harapan agar tetap terus maju. “Karena apa? Karena Indonesia adalah negara besar. Meskipun, digitalisasi itu sudah ada dan terus maju dan kita standardnya sudah internasional sebenarnya. Tapi karena ada pelabuhan-pelabuhan yang lain belum produktif, kita masih dianggap lambat. Terutama track dan tresing tadi karena wilayah negara kita luas. Oleh sebab itu, Pendapatan Impor (PI) kita rendah,” ujarnya.
Ditempat yang sama, Ketua I HAPI Hari Sutanto mengaku sudah 36 tahun berkecimpung di pelabuhan. “Kalau kita bicara industri itu ada 3 industri yang sebetulnya seperti kakak beradik kembar tiga lah. Satu adalah Port Industry atau Industri Pelabuhan. Kedua, Shipping Industry atau Industri Perkapalan dan ketiga, Ship Building Industry atau Industri Pembangunan Kapal. Ketiganya saling mempengaruhi dan saling dukung,” ujar Hari Sutanto kepada awak media.
Ketika ditanya bagaimana prospek industri maritim untuk menunjang industri lainnya? Ia menjawab sangat prospektif. “Karena kita saat ini, kinerja kita untuk menghubungkan seluruh titik-titik simpul yang dihubungkan ke pelabuhan masih terbuka. Ini menjadi sebuah tantangan bagi industriawan di bidang Ship Building Industry,” ungkapnya.
“Kendalanya adalah kebijakan yang belum berpihak kepada Industri Marina atau Industry Shipping (Industri Perkapalan), Ship Building terutama. Karena ada kebijakan. Mungkin pemerintah RI punya tujuan yang lain tapi harapan jangka panjang, kalau ingin menghidupkan industri maritim, tiga industri tersebut, pelabuhan dan pelayaran harus didukung penuh,” ucapnya.
Menurutnya, kalau ketiga hal tersebut didukung, maka industri maritim akan maju. “Kekurangan kita adalah tidak hanya mengeksplore transportasi saja. Industri Marina itu sangat luas cakupannya. Termasuk wisata maritim, termasuk pantai, seluruh isi di dalam laut, seperti tambak di bawah laut, ikan dan segala macamnya belum tereksplorasi,” terangnya.
“Perikanan kita di dalam 17 sub sektor perekonomian dunia, kontribusinya paling rendah hanya 0,2%. Padahal, negara kita itu adalah negara kepulauan. Semua lautan paling luas tapi ikan kita sebagian besar masih impor,” ungkapnya.
Masa, imbuhnya, ikan di Indonesia masih lebih murah harganya dari harga ikan Negara China. “Kemudian, udang di dalam negeri diekspor. Kalau dibudidayakan lebih bagus daripada diekspor. Kalau negara lain membudidayakan udangnya biar mendapatkan keuntungan, malah kita mengekspor,” sesalnya.
“Jadi perlu kebulatan tekad dari pemerintah RI dan partisipasi swasta untuk mengembangkan dunia maritim Indonesia yang saat ini belum optimal,” tutupnya(red)
FOLLOW THE Majalah CEO AT TWITTER TO GET THE LATEST INFORMATION OR UPDATE
Follow Majalah CEO on Instagram to get the latest information or updates
Follow our Instagram